Sensasi Berburu Air Bekas Jamasan Kereta Keraton pada Bulan Sura
Kuliner Asik - Bulan Muharram atau bulan Sura merupakan bulan dimana
beberapa ritual sering dilakukan. Pada bulan ini kesan mistis sangat kental dan
melekat, sehingga tidak heran jika keberadaan bulan ini seringkali dipakai
sebagai hari hari untuk melakukan upacara yang berbau mistis juga.
Beberapa ritual tersebut diantaranya adalah berkaitan dengan benda benda pusaka biasanya berupa keris yang tentunya dianggap mempuyai kekuatan magis tertentu.pada bulan tersebut benda benda tersebut dilakukan ritual untuk dicuci atau lebih dengan dengan nama Jamasan.
Didalam Keraton Kasultanan Yogyakarta tentunya memiliki banyak benda-benda pusaka seperti itu, namun tidak semuanya pada saat jamasan dapat disaksikan oleh masyarakat. Tetapi ada salah satu benda pusaka yang pada saat jamasan dapat disaksikan oleh masyarakat luas, yakni jamasan kereta.
Kereta ini bernama kereta Kanjeng Nyai Jimat, kereta yang dibuat tahun 1750-an semasa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I. Kereta ini pun menjadi tunggangan Sultan Hamengku Buwono I hingga Sultan Hamengku Buwono III. Ini merupakan kereta tertua yang dimiliki oleh Keraton Yogyakarta dan dianggap sebagai cikal bakal kereta yang lain maka selalu dilakukan jamasan setiap bulan Sura.
Beberapa ritual tersebut diantaranya adalah berkaitan dengan benda benda pusaka biasanya berupa keris yang tentunya dianggap mempuyai kekuatan magis tertentu.pada bulan tersebut benda benda tersebut dilakukan ritual untuk dicuci atau lebih dengan dengan nama Jamasan.
Berburu Air Bekas Jamasan Kereta Keraton |
Didalam Keraton Kasultanan Yogyakarta tentunya memiliki banyak benda-benda pusaka seperti itu, namun tidak semuanya pada saat jamasan dapat disaksikan oleh masyarakat. Tetapi ada salah satu benda pusaka yang pada saat jamasan dapat disaksikan oleh masyarakat luas, yakni jamasan kereta.
Kereta ini bernama kereta Kanjeng Nyai Jimat, kereta yang dibuat tahun 1750-an semasa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I. Kereta ini pun menjadi tunggangan Sultan Hamengku Buwono I hingga Sultan Hamengku Buwono III. Ini merupakan kereta tertua yang dimiliki oleh Keraton Yogyakarta dan dianggap sebagai cikal bakal kereta yang lain maka selalu dilakukan jamasan setiap bulan Sura.
Jamasan Kereta Kanjeng Nyai Jimat tersebut selalu di
temani oleh satu kereta yang dipilih
secara acak setiap tahunnya diantara semua koleksi kereta keraton yang ada
disimpan di Museum Kereta Keraton Yogyakarta.
Semua yang terlibat dalam ritual tersebut menjadi tradisi yang unik dimana yang terlibat harus mengenakan pakaian adat jawa peranakan, yakni berupa kain panjang, surjan dan penutup kepala blangkon, dan yang melakukan semuanya laki laki. Jamasan ini pun dengan memilih hari istimewa menurut kalender jawa pada bulan Suro atau Muharam tersebut yaklni pada hari Selasa Kliwon atau Jum’at Kliwon.
Semua yang terlibat dalam ritual tersebut menjadi tradisi yang unik dimana yang terlibat harus mengenakan pakaian adat jawa peranakan, yakni berupa kain panjang, surjan dan penutup kepala blangkon, dan yang melakukan semuanya laki laki. Jamasan ini pun dengan memilih hari istimewa menurut kalender jawa pada bulan Suro atau Muharam tersebut yaklni pada hari Selasa Kliwon atau Jum’at Kliwon.
Satu hal yang menarik pada jamasan tersebut adalah
hadirnya masyarakat yang senantiasa memadati area dimana dilakukan jamasan.
Keberadaan para pengunjung tersebut tidak terbatas dari warga sekitar melainkan
dari luar kota bahkan dari mancanegara pun sering terlihat untuk melihat ritual
tersebut dilaksanakan.
Mereka rela berbasah-basahan untuk memperebutkan air bekas jamasan tersebut. Mereka mempercayai bahwa air tersebut mempunyai tuah, dimana dapat memberikan berkah kesehatan ataupun air jika digunakan untuk mencuci muka ataupun dusapkan di tubuh mereka.
Adapula yang membawa air tersebut dengan botol bekas air mineral untuk menampung yang kemudian mereka gunakan untuk menyiram sawah mereka yang dianggap bisa menolak balak dan juga memberikan kesuburan atas tanah persawahan mereka. Rata rata yang berebut air bekas jamasan tersebut kebanyakan adalah para orang yang berusia lanjut.
Baca juga: Warisan Kerajaan Mataram Islam di Keraton Kasultanan Yogyakarta
Mereka rela berbasah-basahan untuk memperebutkan air bekas jamasan tersebut. Mereka mempercayai bahwa air tersebut mempunyai tuah, dimana dapat memberikan berkah kesehatan ataupun air jika digunakan untuk mencuci muka ataupun dusapkan di tubuh mereka.
Adapula yang membawa air tersebut dengan botol bekas air mineral untuk menampung yang kemudian mereka gunakan untuk menyiram sawah mereka yang dianggap bisa menolak balak dan juga memberikan kesuburan atas tanah persawahan mereka. Rata rata yang berebut air bekas jamasan tersebut kebanyakan adalah para orang yang berusia lanjut.
Baca juga: Warisan Kerajaan Mataram Islam di Keraton Kasultanan Yogyakarta
Terlepas dari itu semua, hal ini sangat menarik dari sisi
pariwisata menjadi daya tarik yang dapat meningkatkan kunjungan wisata khususnya
ke Yogyakarta.