Skip to main content

Mengunjungi Tempat Peristirahatan Terakhir Raja-Raja Mataram di Pemakaman Imogiri

Kuliner Asik - Tempat wisata ini terletak diselatan kota Yogyakarta, kurang lebih 45 menit perjalanan menggunakan kendaraan pribadi atau umum, tepatnya di Dusun Pajimatan desa Girirejo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tempat Peristirahatan Terakhir Raja-Raja Mataram

Tempat Peristirahatan Terakhir Raja-Raja Mataram

Tempat ini merupakan makam raja raja Mataram dan keluarganya. Tempat ini dibangun oleh Sultan Agung Adi Prabu Hanyokrokusumo yang merupakan Sultan Mataram ke-3 antara tahun 1632 – 1640 M dan merupakan bangunan milik Keraton Kasultanan. 

Dan semenjak muncul perjanjian Giyanti yang memisahkan Kerajaan Mataram menjadi dua, yakni Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta maka makam ini pun terbagi menjadi dua bagian juga, yaitu sebelah timur menjadi tempat pemakaman dari raja-raja Kasultanan Yogyakarta beserta keluarga sedangkan bagian barat yang merupakan tempat pemakaman bagi Raja-raja Kasunanan Surakarta beserta keluarganya. 

Raja yang pertama kali dimakamkan ditempat ini adalah Sultan Agung Hanyokrokusumo pada tahun 1645 M, yang telah berpesan bahwa kelak tempat yang beliau bangun menjadi tempat pemakamannya jika wafat. Dan hingga kini tempat ini menjadi tempat pemakaman bagi raja Kasultanan Yogyakarta maupun kasunanan Surakarta beserta keluarganya.

Ditempat ini pula juga dimakamkan seorang yang dianggap pengkhianat yakni seorang punggawa Mataram bernama Tumenggung Endranata. Orang ini dianggap sebagai orang membocorkan rahasia penyerangan ke Batavia oleh Sultan Agung sehingga serangan ke markas VOC ini berkali-kali gagal. 

Namun makamnya tidak di komplek makam rahja-raja diatas melainkan di salah satu anak tangga menuju ke areal pemakaman, dengan maksud agar makam orang ini selalu terinjak-injak oleh siapa saja yang akan menuju ke makam dan juga sebagai peringatan bagi pengikut Sultan Agung supaya tidak ada lagi yang berbuat sama halnya dengan Tumenggung Endranata tersebut. 

Maka jika anda ziarah ketempat ini perhatikan anak tangga yang terbuat dari batu memanjang, nah itulah makam dari orang yang dianggap pengkhianat tersebut dimakamkan.

Saat ini telah dimakamkan 23 Raja keturunan Sultan Agung baik dari Kasunan Surakarta maupun Kasultanan Yogyakarta, selain sultan Agung sendiri. Makam inipun terbagi menjadi 8 kelompok yakni:


  • Pertama Kasultanan Agungan yang merupakan makam Sultan Agung, Permaisuri, Hamangkurat Amral dan Hamangkurat Mas. 
  • Yang kedua Paku Buwanan merupakan makam Paku Buwono I, mangkurat Jawi, dan Paku Buwono II.
  • Yang ketiga Kasuwargan Yogyakarta merupakan makam Hamengku Buwono I dan Hamengku Buwono III.
  • Yang keempat Besiyaran Yogyakarta merupakan makam Hamengku Buwono IV, Hamengku Buwono V, dan Hamengku Buwono VI.
  • Kelima Saptorenggo Yogyakarta merupakan makam Hamengku Buwono VII, Hamengku Buwono VIII dan Hamengku Buwono IX.
  • Keenam Kasuwargan Surakarta merupakan makam Paku Buwono III, Paku Buwono IV dan Paku Buwono V.
  • Ketujuh Kapinsangan Surakarta merupakan makam Paku Buwono VI, Paku Buwono VII, Paku Buwono VIII dan Paku Buwono IX.
  • Yang ke delapan Girimulya Surakarta merupakan makam Paku Buwono X, Paku Buwono XI dan Paku Buwono XII.

Untuk memasuki lokasi makam tersebut para pengunjung atau peziarah harus mematuhi beberapa persyaratan khusus yakni tidak boleh mengenakan alas kaki, perhiasan terutama berupa emas, membawa kameradan harus mengenakan pakaian jawa. Pakaian jawa untuk laki-laki berupa beskap, blangkon, kain, sabuk, timang dan samir sementara yang perempuan kemben dan kain panjang.

Pada setiap bulan suro atau muharram selalu dilakuan pengurasan padhasan atau gentong atau lebih sering disebut enceh. Upacara tersebut terkenal dengan tradisi nguras enceh. Ada empat enceh yang diberi nama Nyai Siyem yang berasal dari Siam, Kyai Mendung dari Turki, Kyai Danumaya dari Aceh dan Nyai Danumurti dari Palembang.

Ke empat enceh ini merupakan persembahan dari kerajaan sahabat kepada Sultan Agung. Masyarakat sekitar meyakini bahwa air dalam enceh-enceh tersebut berkhasiat baik untuk kesuksesan dan kesembuhan.

Tempat ini hanya dibuka pada hari-hari tertentu saja yakni Minggu, Senin, dan Jum’at, tanggal 1 dan 8 Syawal, tanggal 10 Besar/Dzulhijah mulai jam 10.00 wib sampai dengan jam 13.00 wib. Selain hari-hari tersebut pengunjung tidak boleh masuk area makam namun sebatas diluar pagar saja. Dan jika menghendaki melakukan doa ritual untuk berbagai macam tujuan misalnya kelancaran rejeki anda bisa datang pada setiap malam Selasa Kliwon atau Malam Jum’at Kliwon menurut perhitungan hari Jawa.

Untuk masuk area ini tidak ada tiket masuk melainkan sumbangan sukarela di tempat juru kunci makam dan mengisi buku tamu. Bagi yang menghendaki membawa air enceh dipersilahkan mengisi sumbangan sukarela juga dan membeli botol tempat air sebesar Rp. 3.000,- .

Baca juga: Wisata Alam di Desa Karangtengah, Desa Penghasil Mete dari Yogyakarta

Dan bagi pengunjung yang tidak memakai pakain jawa dari rumah ditempat ini disewakan pakain untuk memasuki area makam sebesar Rp. 5.000,- untuk satu stel pakain baik untuk wanita maupun pria. Ada juga jika pengunjung menghendaki buku saku mengenai riwayat makam anda bisa mendapatkannya dengan harga kurang lebih Rp. 5.000.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar